LUNASI PAJAKNYA, AWASI PENGGUNAANNYA, BERSIHKAN PETUGASNYA
Blog ini belum terupdate kerena ada kendala teknis. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Regards. Elang.

Minggu, Agustus 02, 2009

Ditjen Pajak siap masuk ke KKKS

Bisnis Indonesia, 1 Agustus 2009

ICW: Potensi kerugian negara dari pajak badan perusahaan terbuka Rp1,46 triliun

JAKARTA: Ditjen Pajak siap dilibatkan dalam penentuan cost recovery kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas guna mencegah terjadinya praktik penggelembungan biaya yang dapat memperkecil pengenaan pajak.

Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Ditjen Pajak Sumihar Petrus Tambunan mengatakan selama ini Ditjen Pajak tidak bisa ikut andil dalam penentuan biaya yang dibebankan dalam cost recovery karena hanya menjadi wewenang dari pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Energi dan Mineral dan kontraktor.

"Selama ini sudah bergantung pada kontrak yang nggak tunduk ke kita [Ditjen Pajak]. Itu yang mau dibicarakan bagaimananya. Jadi [keinginan Ditjen Pajak] di cost recovery bisa masuk UU pajak untuk menentukan cost-nya," katanya, Selasa.

Menurutnya, dengan tidak dilibatkannya Ditjen Pajak dalam penentuan cost recovery tersebut dapat membuka celah terjadinya praktik penghindaran pajak dengan modus menggelembungkan biaya-biaya agar kewajiban pajaknya menjadi kecil.

"Bagaimana yang sebenarnya cost yang harus di-recover oleh pemerintah. Nah itu makanya kami tekankan di cost-nya yaitu bagaimana menentukan cost-nya yang benar," tuturnya.

Selain berupaya memasukkan penentuan cost recovery migas ke dalam UU pajak, Petrus mengatakan Ditjen Pajak juga akan membuat benchmarking tentang biaya-biaya yang masuk dalam komponen cost recovery tersebut.

"Benchmarking-nya mungkin tentang biaya bener nggak yang dibiayakan selama ini," ujarnya.

Menanggapi hal itu, pengamat perpajakan dari Tax Center UI Darussalam menilai sepanjang demi kepentingan penerimaan pajak, rencana dimasukkannya penentuan cost recovery kontrak kerja sama migas ke dalam UU pajak dapat dilakukan.

"Jadi dalam UU pajak bisa diatur mengenai biaya-biaya apa saja yang merupakan bagian dari cost recovery yang boleh diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak dalam kontek untuk menentukan bagi hasil atau equity to be split antara bagian pemerintah dan si kontraktor," jelasnya.

Pengamanan penerimaan pajak rencananya dicantumkan dalam peraturan pemerintah (PP) tentang cost recovery yang merupakan amanat dari UU No. 36/ 2008 tentang PPh, guna menekan kecenderungan penghindaran pajak yang disinyalir terjadi selama ini.

Anggito mensinyalir kontraktor juga mengklaim biaya yang terjadi di luar negeri atau yang dikeluarkan oleh kantor pusatnya di luar negeri sebagai biaya dalam cost recovery. Padahal manfaat dari pembebanan biaya tersebut tidak dirasakan di dalam negeri.

Potensi kerugian

Pada bagian lain, Indonesia Corruption Watch (ICW) memperkirakan negara berpotensi merugi Rp1,46 triliun menyusul rendahnya pencatatan piutang pajak badan yang dilaporkan ke Ditjen Pajak.

Peneliti ICW Firdaus Ilyas mengatakan hasil penelitian ICW atas laporan keuangan 374 perusahaan terbuka yang terdaftar di Bursa Indonesia, menyatakan piutang Pajak badan (PPh 21 dan PPh 26) dilaporkan lebih rendah (understated).

Organisasi antikorupsi itu memaparkan bahwa jumlah utang pajak perusahaan terbuka kepada negara mengalami kenaikan dari Rp18,22 triliun pada 2006 dengan 345 perusahaan menjadi Rp27,320 triliun pada 2008 dengan 374 perusahaan

Menurut Firdaus, hal itu menyebabkan pernyataan piutang pajak 2008 dalam laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) pada Dirjen Pajak diragukan kewajaran serta nilainya.

Namun, lanjutnya, keraguan itu disertai dengan catatan bahwa penelitian ICW baru pada perusahaan terbuka yang terdaftar di Bursa Indonesia.

Tidak ada komentar: