LUNASI PAJAKNYA, AWASI PENGGUNAANNYA, BERSIHKAN PETUGASNYA
Blog ini belum terupdate kerena ada kendala teknis. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Regards. Elang.

Selasa, Desember 29, 2009

Ditjen Pajak buka pengaduan

JAKARTA: Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo mengimbau wajib pajak (WP) yang mendapatkan pelayanan kurang atau tidak memuaskan untuk tidak segan mengadukan petugas pajak ke Pusat Pengaduan Pajak.

"Jika WP mendapatkan pelayanan kurang atau tidak memuaskan silakan menyampaikan keluhan ke Pusat Pengaduan Pajak melalui Kring Pajak 500200 atau website www.pengaduan.pajak.go.id," katanya dalam surat pengumuman No. PENG-3/PJ/2009 tertanggal 28 Desember 2009 yang diterima Bisnis kemarin

Bisnis Indonesia, 29 Desember 2009

Ditjen Pajak gencarkan Gijzeling mulai 2010

JAKARTA: Tahun depan Direktorat Jenderal Pajak akan semakin mengintensifkan upaya paksa badan (gijzeling) dengan menitipkan wajib pajak nakal ke lembaga pemasyarakatan guna mencairkan tunggakan pajak tahun depan yang ditargetkan sebesar Rp15,3 triliun.

Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo mengatakan tahun depan pihaknya menargetkan pencairan tunggakan pajak sekitar Rp15,3 triliun atau 30% dari total outstanding tunggakan pajak saat ini yang berjumlah Rp51 triliun. "[Kebijakan pencairan tunggakan pajak] dari yang smooth sampai yang hard termasuk gijzeling. Gijzeling itu akan kami tingkatkan pada 2010," katanya pekan lalu.

Tahun ini, Tjiptardjo mengklaim telah berhasil mencairkan tunggakan pajak sebesar Rp18 triliun. "Pencairan tunggakan pajak akan jalan terus tahun depan. Biasanya kami punya target 30% dari total outstanding yang ada." Awal bulan ini, untuk pertama kalinya Tjiptardjo telah melakukan gijzeling terhadap eksekutif PT SDS, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri perhiasan di Surabaya. Menurut dia, pelaksanaan gijzeling tersebut sangat efektif dalam mencairkan tunggakan pajak.
Padahal, kebijakan gijzeling ini sebenarnya tidak pernah dilakukan semasa kepemimpinan Dirjen Pajak Darmin Nasution.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng sebelumnya meminta Ditjen Pajak bertindak selektif dalam menerapkan kebijakan gijzeling yakni hanya kepada wajib pajak yang tidak kooperatif.
"Paksa badan itu usaha terakhir kalau memang wajib pajak berniat melarikan diri atau tidak kooperatif, tetapi itu usaha terakhir," katanya.

Menurut dia, DPR dapat mengajukan keberatan kepada Ditjen Pajak apabila pelaksanaan gijzeling dilakukan tanpa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Sepanjang gijzeling dilakukan sesuai perundangan yang berlaku itu kewenangannya tapi kalau melanggar aturan kami bisa ajukan keberatan," tuturnya.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, tindakan gijzeling merupakan langkah terakhir yang ambil pemerintah setelah melalui berbagai tahapan mulai dari proses penagihan, pemberian teguran, pencekalan, dan pemblokiran rekening.

Menurut Pengamat pajak dari FISIP UI Ruston Tambunan, berdasarkan pasal 33 Ayat 1 UU No. 19/2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, tindakan paksa badan harus dipandang sebagai upaya terakhir yang dilaksanakan secara selektif dan hati-hati dan harus memenuhi syarat kuantitatif dan kualitatif.

Bisnis Indonesia, 29 Desember 2009

Senin, Desember 28, 2009

Penerapan Tax Refund Bertahap

JAKARTA - Penerapan pengembalian pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) bagi pembelian barang dalam negeri yang akan dibawa ke luar negeri (tax refund) oleh wisatawan asing mulai tahun depan tidak dilakukan serentak di wilayah Indonesia. Pada tahap awal implementasi aturan tax refund ini akan dilakukan di beberapa provinsi.

Jakarta dan Bali jadi proyek percontohan.
Menurut Kepala Subdirektorat Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tak Langsung Lainnya, Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama, untuk tahap awal, pihaknya telah mengajukan sejumlah provinsi sebagai pilot project aturan baru tersebut kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Beberapa provinsi yang sudah diajukan antara lain DKI Jakarta dan Bali.
"Ini baru pertama kali diterapkan, jadi akan disiapkan bertahap," kata Hestu dalam Diskusi dan Sosialisasi Revisi Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai di Jakarta, Sabtu lalu. Provinsi DKI Jakarta dan Bali dinilai merupakan daerah yang paling memungkinkan sebagai proyek percontohan.
Sedangkan untuk daerah lain yang akan menerapkan aturan ini, Hestu belum bersedia menjelaskan. "Nanti Menteri Keuangan yang memutuskan," katanya. Yang pasti, penerapan tahap awal ini diprioritaskan untuk daerah-daerah kunjungan wisata, terutama wisatawan asing.
Berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah yang disahkan DPR pada September lalu, tax refund diberikan kepada turis asing dengan belanja minimal Rp 5 juta. Dengan ketentuan PPN 10 persen, pengembalian kepada mereka sebesar Rp 500 ribu.
Selain itu, aturan yang diyakini bisa menjadi insentif pajak untuk menarik minat wisatawan asing berkunjung ke Indonesia itu akan diterapkan pada transaksi turis asing di toko-toko tertentu yang telah terseleksi. Kualifikasi toko itu masih dalam pengkajian. "Contohnya, toko penjual harus telah memiliki sistem teknologi informasi," katanya.
Menurut Hestu, Direktorat Jenderal Pajak juga telah melakukan kajian pembanding terhadap penerapan aturan serupa di negara lain, seperti Singapura, Australia, dan Jepang. Kajian pembanding ini untuk mencari patokan yang pas pada mekanisme pengajuan pengembalian pajak ini. "Nanti diatur dalam peraturan menteri keuangan," ujarnya.
Direktorat Jenderal Pajak berencana bekerja sama dengan Dinas Pariwisata agar aktif mensosialisasi tax refund ini. Apalagi penerapan tax refund ini agar dunia pariwisata Indonesia tidak kalah bersaing dengan pariwisata asing, terutama di negara-negara terdekat. Dengan menerapkan kebijakan tax refund, Indonesia berupaya mengurangi jarak daya saing dengan Singapura.
Sementara itu, Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Harry Azhar Aziz mendesak pemerintah agar bisa menerapkan tax refund dalam waktu dekat. "Hanya Indonesia yang belum menetapkan," kata Harry. Apalagi jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 42, penerapan aturan ini mulai April 2010.

Koran Tempo, 22 Desember 2009

Ditjen Pajak Beri Insentif Turis Asing

Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan menerapkan insentif perpajakan kepada wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia mulai 1 April 2010 di sejumlah bandar udara (bandara). “Insentif akan diterapkan di sejumlah bandara yaitu di Jakarta dan Bali, diharapkan sebelum 1 April 2010 sudah siap,” kata Kepala Sub Direktorat Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak, Estu Yoga Saksama dalam sosialisasi UU 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) di Jakarta, Sabtu hingga Minggu.

Dia mengatakan pemberian insentif itu diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. “Mengenai masalah ini akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK),” katanya.

Selama ini sejumlah negara seperti Jepang, Australia, dan Singapura sudah menerapkan insentif perpajakan bagi para wisman yang berkunjung ke negara itu. “Kita pelajari mana yang terbaik. Kami juga akan bekerjasama dengan Ditjen Perbendaharaan, dengan toko-toko yang memenuhi kualifikasi tertentu,” katanya.

Menanggapi usulan agar wisman yang berkunjung ke Batam juga diberikan insentif, Yoga mengatakan, tidak perlu karena Batam sebagai kawasan ekonomi khusus sudah bebas PPN.

Berdasar UU tentang PPN dan PPnBM, orang pribadi pemegang paspor luar negeri dapat meminta kembali PPN dan PPnBM yang sudah dibayarkan atas pembelian barang kena pajak yang dibawa keluar daerah pabean.

PPN dan PPnBM yang dapat diminta kembali itu harus memenuhi tiga syarat antara lain nilai PPN paling sedikit Rp500 ribu, pembelian barang kena pajak itu dilakukan dalam jangka waktu satu bulan sebelum keberangkatan keluar daerah pabean. Permintaan kembali PPN dan PPnBM itu dilakukan pada saat orang pribadi pemegang paspor luar negeri meninggalkan Indonesia dan disampaikan kepada Dirjen Pajak melalui Kantor Ditjen Pajak di bandara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Sementara itu Ketua Badan Anggaran DPR, Harry Azhar Azis mengatakan, dalam pembicaraan/pembahasan RUU itu di DPR, muncul usulan agar insentif perpajakan itu dilakukan secara resiprokal. “Saat pembicaraan, ada usulan agar dilakukan secara resiprokal dengan negara-negara lain yang menerapkan insentif seperti itu,” kata Harry yang juga menjadi anggota Pansus RUU PPN dan PPnBM DPR.

Namun secara umum, tujuan pemberian insentif adalah memang untuk menarik kunjungan wisman ke Indonesia. “Ditjen Pajak perlu merancang pilot project sehingga pada saatnya dapat berjalan dengan baik,” katanya.

Medan Bisnis, 21 Desember 2009

Turis Asing Bebas PPN

Jakarta, Kompas - Wisatawan mancanegara mendapatkan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai atau PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah atau PPnBM minimal Rp 500.000 mulai 1 April 2010. Aturan ini berlaku jika nilai barang yang dibeli turis asing tersebut minimal Rp 5 juta per orang.

”Saat ini kami tengah menggodok aturan pelaksana (dari Undang-Undang PPN dan PPnBM) berupa peraturan menteri keuangan. Pada pelaksanaannya, kami akan menggunakan tolok ukur dari berbagai negara yang sudah menerapkan fasilitas ini, baik Singapura, Jepang, maupun China,” ujar Kepala Subdirektorat Peraturan PPN Perdagangan dan PTLL Direktorat Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama di Jakarta, Sabtu (19/12).

Hestu berbicara dalam Diskusi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM yang digelar Departemen Keuangan. Aturan tentang pengembalian PPN kepada turis asing itu ditetapkan dalam Pasal 16 Huruf E UU No 42/2009. Untuk sementara, pemberlakuan insentif ini pada beberapa bandar udara tertentu, yakni Soekarno-Hatta dan I Gusti Ngurah Rai, Denpasar.

Dalam Pasal 16 Huruf E itu ditetapkan, dokumen yang perlu ditunjukkan turis asing yang menghendaki pengembalian PPN dan PPnBM adalah paspor, pas naik (boarding pass), dan faktur pajak. Seorang turis asing hanya diperkenankan meminta pengembalian PPN dan PPnBM untuk barang yang dibeli maksimal satu bulan sebelum tanggal pemberangkatan ke luar negeri.

”Jika barang itu dibelinya lebih dari satu bulan, kami anggap turis asing itu sudah mengonsumsinya di dalam negeri sehingga wajar dikenai PPN atau PPnBM. Sebab, pengembalian pajak ini didasarkan atas prinsip bahwa pemerintah hanya boleh memajaki warga negaranya sendiri,” ujar Hestu.

Ketua Badan Anggaran DPR Harry Azhar Azis mengatakan, pemerintah sebaiknya menetapkan beberapa bandar udara yang menjadi pintu gerbang lalu lintas turis asing sebagai proyek percontohan pengembalian pajak ini, seperti Jakarta, Batam, Yogyakarta, dan Bali.

Pengamat pajak dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Danny Septriadi, mengatakan, selain pengembalian pajak kepada turis asing, poin krusial dalam UU PPN dan PPnBM yang baru adalah ketentuan tentang pengembalian pajak lebih bayar atau restitusi. Beberapa poin baru itu antara lain pemberian fasilitas pengembalian pajak pendahuluan kepada beberapa wajib pajak tertentu dan wajib pajak yang dikategorikan patuh.

Harian Kompas, 21 Desember 2009

2010, Turis Asing Terima Tax Refund

JAKARTA-Pemerintah akan memberikan tax refund atau pengembalian uang yang dibayarkan turis asing yang berkunjung ke Indonesia dan membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui barang yang dibeli.

Kepala Sub Direktorat Perpajakan I, Dirjen Pajak Depkeu Hestu Yoga Saksama mengatakan Bandara Internasional Soekarno Hatta, Jakarta, dan Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali akan menjadi proyek percontohan (project pilot) pertama diterapkannya tax refund yang berlaku mulai April 2010.

Hal ini seiring dengan berlakunya amandemen UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan diberlakukan pada April 2010 sesuai dengan penerapan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang pajak penjualan atas barang mewah.

Rencananya Bandara Udara Soekarno Hatta Jakarta akan menjadi yang pertama menerapkan tax refund yang kemudian disusul dengan Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai, Bali.

“Pemerintah belum bisa siapkan secara penuh tax mengenai tax refund di seluruh bandara. Namun tahun 2010 baru Jakarta dan Bali saja yang memang sudah diusulkan oleh Menkeu kepada Dirjen Pajak,” ujarnya dalam sosialisasi UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPn dan Pajak Penjualan Barang Mewah di Hotel Mercure Ancol, Jakarta, akhir pekan lalu.

Kendati begitu, lanjut Hestu, penerapan tax refund di Bali juga memang belum final dan belum bisa dipastikan. “Yang jelas Jakarta pasti lah, kita sudah usulkan Bali juga jadi ditunggu saja,” tambahnya.

Suara Merdeka, 21 Desember 2009

2 Bandara Nasional Bakal Terapkan Proyek Tax Refund

JAKARTA - Bandara Soekarno Hatta dan I Gusti Ngurah Rai bakal menjadi proyek percontohan penerapan proyek Tax Refund dari Pajak Pertambahan Nilai. Rencananya, proyek ini akan mulai berlaku pada bulan April 2010 mendatang.

Tax Refund ini akan diberlakukan kepada Wisatawan Mancanegara agar menjadi daya tarik kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Kebijakan tersebut sudah ditetapkan dalam UU No 42 tahun 2009 tentang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

"Pemerintah belum bisa menetapkan Tax Refund secara penuh di seluruh Bandara. Tapi tahun 2010 baru Soekarno Hatta dan Ngurah Rai yang sudah diusulkan Menkeu ke Dirjen Pajak" ujar Kepala Sub Direktorat Perpajakan I, Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama, dalam sosialisasi UU No 42 tahun 2009 tentang PPN Bm di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Sabtu (19/12/2009) sore.

Untuk Bandara Soekarno Hatta pemberlakuan Tax Refund tersebut hampir dapat dipastikan, namun untuk Bandara Ngurah Rai saat ini sedang dalam tahap finalisasi. Sebagai langkah sosialisasi, Ditjen Pajak melakukan kerjasama dengan Dinas Pariwisata.

"Kita akan minta Dinas Pariwisata untuk iklan sosialisasinya" tambahnya

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Ketua Panitia Anggaran DPR RI Harry Azhar Azis menegaskan bahwa peraturan Tax Refund tersebut harus segera diterapkan mengingat hanya Indonesia yang belum merealisasikan hal tersebut.

"Jika UU No 42 tahun 2009 ini sudah berlaku pada 2010 mendatang, maka tidak ada lagi kendali karena UU-nya sudah jelas" tutur Harry.

Okezone.com, 20 Desember 2009

Hak Ekslusifnya Hilang, Telkom Dapat Kompensasi

JAKARTA. Pemerintah membebaskan pajak penghasilan (PPh) kepada PT Telekomunikasi Indonesia (Persero). Fasilitas pembebasan pajak hingga maksimal Rp 250 miliar itu untuk kompensasi terminasi dini hak eksklusif PT Telekomunikasi Indonesia (Persero).
Siaran pers Departemen Keuangan, Selasa (22/12), menyebutkan bahwa dengan demikian Telkom akan kehilangan hak eksklusifnya sebagai penyedia jasa telekomunikasi domestik mulai tahun 2010 tanpa dibebani pajak apa pun.

Kebijakan pembebasan pajak itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 182/PMK.011/2009 tentang PPh Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Berupa Kompensasi Terminasi Dini Hak Eksklusif PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk Tahun Anggaran 2009.

PMK itu menyebutkan, pemerintah menyetujui untuk membayar kompensasi atas terminasi dini hak eksklusif Telkom sebesar Rp 478 miliar setelah pajak, ini wajib dibayar maksimal dalam waktu lima tahun sejak 2005. Pembayaran kompensasi ditetapkan dalam Sidang Kabinet Terbatas tanggal 20 November 2003.

Hak eksklusif Telkom adalah hak yang diberikan pemerintah Indonesia hanya kepada Telkom untuk menyelenggarakan jaringan dan jasa telekomunikasi tetap Sambungan lokal hingga tahun 2010 dan Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) hingga tahun 2005.

Kontan Online, 22 Desember 2009

Minggu, Desember 27, 2009

Peraturan Terbaru SPT Orang Pribadi 1770-SS

Saat ini, tentu banyak di antara pembaca yang sudah memiliki NPWP, baik yang dengan sukarela mendaftarkan diri, maupun yang “terpaksa”. Namun bagaimana pun cara mendaftarnya, yang pasti, kewajiban melapor SPT di Bulan Maret nanti tetap harus dijalankan.

Kali ini, informasi yang saya dapatkan adalah, khusus untuk SPT Tahunan Orang Pribadi sangat sederhana, yaitu formulir dengan kode 1770-SS, mengalami perubahan aturan penggunaannya. Sebelumnya, peraturan yang menjadi petunjuk penggunaan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi adalah peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-34/PJ/2009 tanggal 4 Juni 2009, tentang SPT PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Beserta Petunjuk Penggunaannya. Dalam peraturan tersebut tidak disebutkan adanya batasan penghasilan dalam penggunaan SPT yang dimaksud.

Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-34/PJ/2009 itu mengalami revisi dengan terbitnya Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-66/PJ/2009 tanggal 21 Desember 2009, tentang Perubahan atas PER-34/PJ/2009 tentang Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Beserta Petunjuk Penggunaannya. Dalam peraturan terbaru itu, ditetapkan adanya batasan maksimal penghasilan bagi orang pribadi yang akan menggunakan formulir 1770-SS. Batas penghasilan itu adalah sebesar Rp.60.000.000,00. Lengkapnya, berikut ini saya “copy paste”kan perubahan di pasal 2 peraturan yang disebutkan tadi.

Perubahan di Pasal 2
(1) Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Sangat Sederhana (Formulir 1770 SS) bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) setahun dan tidak mempunyai penghasilan lain kecuali penghasilan bunga bank dan/atau bunga koperasi adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(2) Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan dengan menggunakan Formulir 1770 SS maka Formulir 1721-A1 dan/atau Formulir 1721-A2 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Sangat Sederhana (Formulir 1770 SS).


Nah, para pembaca, silakan Anda meneruskan informasi ini kepada saudara atau teman-teman lain yang belum memperoleh informasi ini. Jangan lupa untuk meminta bukti potong 1721-A1 (untuk karyawan swasta) atau 1721-A2 (untuk PNS, anggota Polri, dan anggota TNI), kepada bagian gaji atau bendahara di tempat para pembaca bekerja.

Ingat, Formulir SPT untuk tahun ini tidak lagi dikirimkan ke rumah. Kita harus mengambilnya langsung di Kantor Pajak terdekat, atau lokasi-lokasi lain yang ditentukan.

Wass.