LUNASI PAJAKNYA, AWASI PENGGUNAANNYA, BERSIHKAN PETUGASNYA
Blog ini belum terupdate kerena ada kendala teknis. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Regards. Elang.

Minggu, Juli 26, 2009

PENGECUALIAN KEWAJIBAN PEMBUKUAN UNTUK ORANG PRIBADI

By Elang

Dalam tulisan sebelumnya, saya menyebutkan adanya pengecualian dalam pelaksanaan kewajiban pembukuan, seperti yang tercantum dalam Pasal 28 ayat (2) UU KUP.

Nah, biasanya, sesuatu yang dikecualikan, haruslah memiliki syarat atau kondisi tertentu. Misalnya, warga boleh tidak membayar biaya pengobatan jika sakit dan berobat ke puskesmas atau rumah sakit, dengan syarat yang bersangkutan miskin. Juga pelajar atau mahasiswa yang diberikan beasiswa atau keringanan pembayaran dengan syarat yang bersangkutan pintar dan atau kurang mampu secara finansial. Demikian halnya dengan masalah pembukuan ini.

Pada Pasal 28 ayat (2) UU KUP ada dua kriteria yang dikecualikan. Pertama adalah Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Artinya, jika seluruh penghasilan seseorang diperoleh tidak dari suatu kegiatan usaha yang dilakukannya atau dari suatu pekerjaan yang tidak terikat pada suatu pemberi kerja, ia tidak wajib melakukan pembukuan. Misalnya, orang yang berprofesi hanya sebagai pegawai di suatu badan usaha tertentu, maka yang bersangkutan tidak wajib melakukan pembukuan. Tetapi jika pada saat yang sama ia juga memiliki sebuah usaha restauran, maka ia wajib melakukan pembukuan.

Pengecualian kedua adalah untuk Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Maksudnya adalah, dalam menghitung penghasilan neto yang dijadikan dasar pengenaan pajak, seorang wajib pajak bisa menggunakan tarif khusus yang diatur oleh DJP. Jadi ia tidak lagi menghitung dengan pembukuan normal (Penjualan-Harga Pokok-Biaya +penghasilan lain-biaya lain). Namun untuk bisa menggunakan norma, harus memenuhi syarat khusus.

Di Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PMK.03/2007 tanggal 16 Januari 2007, yang boleh menggunakan norma penghitungan penghasilan neto adalah mereka yang memiliki penghasilan bruto tidak lebih dari Rp1.800.000.000,00 (satu milyar delapan ratus juta rupiah) dalam satu tahun. Kemudian peraturan ini disesuaikan melalui UU PPh (UU No. 36 tahun 2008). Dalam Pasal 14 ayat (2) nilainya berubah menjadi sebesar Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah), dan dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Artinya, kalau batasan tersebut terlampaui, atau batasan memenuhi tetapi tidak menyampaikan pemberitahuan, maka yang bersangkutan tetap wajib menyelenggarakan pembukuan.

Nah, kalau ternyata seseorang telah memenuhi syarat ketentuan untuk tidak melakukan pembukuan, apa yang harus ia buat? Tentu saja membuat pencatatan. Apa dan bagaimana yang dimaksud dengan pencatatan tersebut? Kita lanjutkan setelah yang mau lewat berikut ini…

Wassalam.

Tidak ada komentar: