LUNASI PAJAKNYA, AWASI PENGGUNAANNYA, BERSIHKAN PETUGASNYA
Blog ini belum terupdate kerena ada kendala teknis. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Regards. Elang.

Rabu, Juli 22, 2009

KEWAJIBAN PEMBUKUAN

By Elang

Sebagaimana disinggung dalam beberapa artikel berita paska musim sunset policy yang lalu, kurang afdol rasanya jika tidak membahas mengenai pembukuan atau pencatatan yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi. Tentu saja hal ini menjadi menarik, mengingat salah satu tujuan utama sunset policy adalah menjaring orang pribadi yang belum memiliki NPWP. Hal tersebut menjadi konsekuensi dari para wajib pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakan yang bersangkutan.

Sebenarnya, siapa saja sih, yang diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan? Banyak kawan yang menanyakan hal tersebut dalam beberapa perbincangan.

Sebelum membahas lebih jauh, lebih baik kita ketahui dulu definisi pembukuan menurut UU KUP kita. Dalam Pasal 1 ayat 29 UU KUP, disebutkan bahwa pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Definisi tersebut jelas menyatakan bahwa muara dari proses pembukuan adalah berbentuk laporan keuangan, yang tentu saja harus didukung oleh bukti-bukti yang memadai. Bukti-bukti transaksi yang mendasari pembuatan laporan keuangan tersebut pasti akan diminta oleh petugas pajak jika melakukan pemeriksaan pajak. Karena itu, seluruh bukti pendukung harus disimpan sampai batas daluarsa yang berlaku.

Lalu, kembali pada pertanyaan, siapa saja yang wajib membuat pembukuan?

Dalam Pasal 28 ayat (1) UU KUP, yang dinyatakan wajib melakukan pembukuan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia. Jelas bahwa seluruh pelaku usaha di Indonesia diwajibkan melakukan pembukuan. Bahkan dalam UU Perseroan Terbatas, perusahaan dengan kriteria tertentu wajib menyerahkan laporan keuangannya kepada akuntan publik untuk diaudit (Pasal 68 UU Perseroan Terbatas).

Namun terdapat pengecualian, yang tercantum di Pasal 28 ayat (2) UU KUP. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dikecualikan dari kewajiban pembukuan. Tetapi sebagai gantinya, mereka tetap wajib melakukan pencatatan.

Berarti ada dua kriteria yang dikecualikan, yang salah satunya adalah pengguna norma penghitungan penghasilan neto. Lalu, sampai batas manakah mereka yang diperkenankan menggunakan norma penghitungan? Biar tidak terlalu capek membacanya, tunggu saja tulisan berikutnya.

Wassalam.

Tidak ada komentar: